Monolog Hati

Prolog:
Terlihat sang Aku duduk di pinggir danau dibawah pohon rindang. Matanya kosong. Tangannya menggenggam erat memukul-mukul pangkuannya.


Aku harus benar melupa. Segala suatu tentangmu harus dihapus tuntas. Tak boleh tersisa. Tegasku.

Hahaha.

Hei, tawa siapa? Kurang ajar! Kusapukan pandangan.

Aku ada di pikiranmu. Begitu saja tak tahu. Dasar Dungu! Begitu Mengaku tahu rasamu?!Pake mau dihapus? Tuntas?!Hahahahahaha!

Tawa itu kembali bergemuruh sungguh tak merdu. Mengganggu!

Kubenturkan kepalaku pada pohon kokoh tempat ku bersandar. Berharap pendengaranku cuma salah frekuensi saja. Seketika tawa ganti mengaduh. Benar dia ada di otakku, sangsiku.

Bodoooooh.. tentu saja aku di hatimu. Ampuuuuun bodoh tak tertolong! Kalau masih sangsi lihat benjol di jidatmu! suara sinis itu terdengar lagi.

Kemana saja kau baru muncul? Tak pernah ku dengar suara sekasar ini, kataku bergidik, apalagi tawa sinis milikmu. Asal tahu saja tawaku merdu. Gerahku penuh tantangan.

Hahahahahaha. Perempuan bodoh akan tetap menjadi perempuan bodoh. Suara ini milikmu, apalagi tawa ini. Kata suara itu

Mengerikan! batinku.

Masih kau tak terima juga? Kalau kau tanya kenapa aku baru muncul, yaaa.. tanyalah dirimu sendiri. Pernahakah kau undang aku? pernahkan kau tanya aku?

Aku tak kenal siapa kau! untuk apa aku mengundangmu!

Ckckck.. tak kusangka separah itu kau telah jauh darimu sendiri. Aku. Aku adalah nuranimu. Ternyata benar, sekalipun ku berteriak sampai habis suara ini tak pernah kau dengarkan.

Bagaimana aku mendengar kalau aku tak dengar! jeritku frustasi.

Ingatkah apa yang beda darimu? Ingatkah apa yang akhir-akhir ini kau lakukan dan yang kau tinggalkan?

Aku tak melakukan apapun. Kataku kesal.

Ayolah, kau lebih baik dari ini. Setidaknya ingatanmu lebih baik.Suara itu menghalus membujuk.

Kupaksakan diri menuruti suara itu. Ku ingat-ingat apa yang kulakukan. Yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Aaaaah.. teriakku frustasi. Aku tak tahu. Aku tak tahuu, jeritku sambil mengacak-acak rambutku. Tetiba ku ingat dia, yang selalu mengacak rambutku dengan gemas. 

Baik-baik. Sebelum kau tak bisa mendengarku lagi. Aku adalah nuranimu. Aku hanya terdengar oleh orang-orang yang dekat dengan Sang Pemilik Jiwa. Aku terdengar bagi orang yang menjaga hatinya agar tak dimiliki oleh siapapun. siapapun, baik harta maupun nama. Aku terdengar bagi orang yang menjaga raganya tak berdosa. Aku terdengar bagi yang lapar tanpa keluhan. 

Aku tak dekat dengan Sang Pemilik Jiwa. Tak mungkin itu alasannya. 

Hm. Deheman sang Suara penuh penyesalan.

Aku juga tak lagi memiliki hatiku, hatiku telah kuberikan pada ... Sang Aku jatuh terduduk. Bukan itu juga alasannya. kataku sambil mengusap airmata.

Sang Suara tak bersuara seperti sebelumnya.

Apalagi ragaku, tak mungkin karena itu. Tak mungkin.

Ah, artinya kau terdengar karena aku puasa? Aku yang terpaksa berpuasa, karena tak selera untuk makan akibat patah cinta. Patah cinta karenanya? Aaaah. diaaaa.. Diaaa. Aku kembali mengingat dia. Luruh tangisku tak terbendung.

Aah, aku hendak memberitahumu jalan yang harus kau tempuh. tapi.. sang suara memudar.

Jangan pergiiii. teriakku. Jangan pergi dulu, jangan pergi lagiii. Aku masih membutuhkanmuuuu.

Aah, aku sudah memberitahumu, aku juga ingin tinggal, kaulah yang menjauhiku. Sang suara makin melemah.

Aku tak kemana-mana, aku tetap ada disini. Kembalilaah. Jeritku putus asa karena sang suara seperti tak mau mendengarku.

Kau tahu bagaimana memanggilku. Sungguh kau telah mengetahui. Kata sang suara terpatah dan musnah.

Aku tergugu. Aku akan menunggu kau kembali sang suara. Aku akan menunggu. 

Epilog:

Dan sang Aku hanya menunggu. Sesekali dia menangis. Tapi Sang Aku lupa untuk mengundang. Sayangnya sang Aku tak pernah mengetahui penantiannya sia-sia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Journey (1)

Cerita Semesta

me guapo