Pohon Cinta
Rumah itu tak pernah absen kukunjungi.Nyaman dan hangat.
Penghuninya seorang Nenek bertubuh mungil. Sang Nenek
sangat ramah. Memandangnya selalu nampak teduh. Melihatnya tersenyum aku jadi aman. Nyaman.
Tenang. Daya tarik yang lain adalah sebuah pohon yang begitu gagah melindungi rumah itu. Daunnya hijau menyegarkan mata. Tak
pernah coklat mengering. Sekalipun
tak pernah gugur helai daunnya.
Bulan berganti tahun. Sang Nenek
menemui Sang Pencipta. Ku dengar dia meninggal karena sakit jantung. Namun sang Nenek meninggal tersenyum. Barangkali bahagia hendak berjumpa dengan Kekasih dan kekasihnya.
Lama tak berpenghuni, sang Pohon mulai lesu. Tetap tegak namun tak kokoh. Diam seperti tak punya jiwa. Seperti ruhnya tercerabut bersama
perginya sang Nenek.
Penghuni yang ditunggu datang di suatu siang. Penghuni barunya rupanya keponakan jauh sang Nenek. Anak-anaknya tak ada yang mau tinggal di tempat terpencil nan suram. Hanya sang keponakan
jauhlah yang bersedia. Alasan
lain dia dan keluarganya tak
punya rumah. Saudara yang
lain pun tak ada yang
berkeberatan.
Rumah itu kini masam. Tak hangat. Dinginnya sedih. Panasnya amarah. Tak nyaman lagi untuk disinggahi.
Penghuninya tak ramah. Sering aku diusirnya. Sang Pohon yang mulanya hijau berseri mulai mengering seakan putus asa. Daunnya mengering seolah tak ingin hidup. Berguguran daunnya
deras bagaikan tangis. Sang
Penghuni kesal. Ditebanglah
sang Pohon agar daunnya tak
mengotori rumah lagi.
Aku pun hanya bisa
mengeong sedih.
Komentar
Posting Komentar